Kenapa KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) Masih Berlaku dalam Sistem Hukum di Indonesia?
![]() |
Kenapa KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) Masih Berlaku dalam Sistem Hukum di Indonesia? |
KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), yang dikenal juga panggilan Burgerlijk Wetboek (BW), ialah salah satu warisan hukum penjajahan Belanda yang sampai saat ini masih tetap menjadi rekomendasi khusus dalam sistem hukum perdata di Indonesia. Walaupun nyaris 80 tahun sejak Indonesia merdeka, KUHPerdata tetap terkait dan digunakan sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan berbagai ragam permasalahan perdata, seperti hukum kontrak, federasi, warisan, dan persetujuan.
Tapi, kenapa KUHPerdata yang disebutkan warisan penjajahan masih tetap diaplikasikan dalam sistem hukum modern Indonesia? Artikel ini akan menjelaskan alasan-alasan di kembali keberlangsungan KUHPerdata di Indonesia, halangan yang dijumpai, dan langkah di depan dalam pembaruan hukum perdata di tanah air.
Sejarah Singkat KUHPerdata di Indonesia
KUHPerdata adalah segi dari kodifikasi hukum yang diaplikasikan oleh pemerintah Hindia Belanda di Indonesia di tahun 1848. Kodifikasi ini adopsi sistem hukum Eropa kontinental yang berlaku di Belanda, yang dilandasi pada Code Civil dari Prancis. Setelah Indonesia merdeka, KUHPerdata masih masih tetap diaplikasikan berdasarkan Pasal II Ketetapan Peralihan UUD 1945, yang menjelaskan bila ketetapan perundang-undangan dari saat penjajahan masih masih tetap berlaku sepanjang belum ditukar oleh hukum nasional.
Formasi KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dalam empat buku khusus:
- Buku I - Hal Orang (Hukum Keperdataan Pribadi)
Contoh: pengaturan status hukum, pernikahan, dan hubungan keluarga.
- Buku II - Hal Benda (Hukum Kebendaan)
Contoh: pengaturan hak punyai, hak sewa, dan hak gadai.
- Buku III - Hal Federasi (Hukum Perjanjian)
Contoh: ketetapan berkenaan kontrak, mengganti rugi, dan utang-piutang.
- Buku IV - Hal Pembuktian dan Daluwarsa (Hukum Pembuktian)
Contoh: ketetapan berkenaan alat bukti seperti akta, saksi, dan daluwarsa.
Argument Kenapa KUHPerdata Masih Berlaku
1. Dasar Hukum yang Kuat
KUHPerdata diaplikasikan berdasarkan Ketetapan Peralihan UUD 1945 yang luluskan hukum lama masih masih tetap berlaku sampai ada penggantinya. Sampai saat ini, tidak ada kodifikasi hukum perdata baru yang utuh menggantikan KUHPerdata.
2. Fleksibilitas dan Universalitas KUHPerdata
KUHPerdata dilihat cukup fleksibel karena ketentuan-aturannya mempunyai karakter umum dan bisa diterapkan pada berbagai ragam kondisi. Banyak ide dalam KUHPerdata yang mempunyai karakter universal, seperti azas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUHPerdata), yang tetap terkait dengan kepentingan hukum modern.
3. Belum Adanya Alternative yang Dalam
Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki kodifikasi hukum perdata nasional yang menggantikan KUHPerdata kesemuaannya. Meskipun ada beberapa undang-undang baru yang mengatur banyak hal detail (misalnya, UU Perkawinan, UU Hak Cipta, dan UU Kepailitan), kodifikasi penuh masih dalam proses.
4. Keberlangsungan Sistem Hukum
Hapus KUHPerdata tanpa alternative yang jelas dapat munculkan kekosongan hukum dan ketidaktahuan dalam penyelesaian konflik perdata. Oleh karena itu, KUHPerdata masih tetap diperlukan untuk menjaga keberlangsungan sistem hukum.
5. Peran Sebagai Rekomendasi Pendidikan Hukum
KUHPerdata telah lama menjadi dasar pendidikan hukum di Indonesia. Banyak mahasiswa hukum, praktisi, dan akademisi yang ketahui dan mengarah pada ketetapan dalam KUHPerdata untuk ketahui gagasan dasar hukum perdata.
Halangan dalam Pemberlakuan KUHPerdata
1. Kurangnya Keterikatan di Beberapa Segi
Beberapa ketentuan dalam KUHPerdata tidak terkait dengan kondisi sosial dan ekonomi Indonesia saat ini. Sebagai contoh, ketetapan berkenaan perwalian dan hak punyai masih tetap memvisualisasikan nilai-nilai masyarakat penjajahan.
2. Tumpang Tindih dengan Undang-Undang Baru
Beberapa undang-undang nasional, seperti UU Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) dan UU Hak Cipta (UU No. 28 Tahun 2014), telah menggantikan sejumlah ketetapan dalam KUHPerdata. Tapi, bertumpang-tindih ini dapat menyebabkan ketidakjelasan dalam implikasi hukum.
3. Keutamaan Kodifikasi Nasional
Indonesia membutuhkan kodifikasi hukum perdata baru yang memvisualisasikan nilai-nilai Pancasila, budaya nasional, dan kepentingan masyarakat modern. Tapi, usaha kodifikasi ini temui halangan besar, seperti ketidaksesuaian pandangan di di antara ahli hukum dan keberagaman sistem hukum adat.
Langkah Ke Pembaruan Hukum Perdata
Agar hukum perdata Indonesia lebih cocok kepentingan masyarakat, langkah-langkah berikut dapat diambil:
1. Penataan Kodifikasi Hukum Perdata Baru
Pemerintah perlu memprioritaskan penataan kodifikasi hukum perdata nasional yang menyatukan nilai-nilai lokal dan kepentingan global. Kodifikasi ini dapat mencakup hukum keluarga, hukum waris, hukum kontrak, dan hukum kebendaan.
2. Mengikutkan Akademisi dan Praktisi Hukum
Proses pembaruan hukum perdata perlu mengikutkan akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat untuk memastikan bila hukum yang dibikin sama sesuai kepentingan dan realitas.
3. Publisitas dan Pendidikan Hukum
Setelah kodifikasi baru diputuskan, pemerintah perlu mengadakan publisitas dan pendidikan hukum untuk memastikan bila masyarakat dan praktisi hukum ketahui ketetapan baru.
Penutup
Meskipun KUHPerdata adalah warisan penjajahan, hadirnya masih penting dalam sistem hukum Indonesia. Tapi, bersama dengan peralihan zaman, pembaruan hukum perdata menjadi kepentingan yang mendesak. Kodifikasi hukum perdata baru yang memvisualisasikan nilai-nilai nasional dan terkait dengan kondisi sosial-ekonomi Indonesia perlu secepatnya ditata untuk menggantikan KUHPerdata dengan setahap.
Dengan demikian, hukum perdata Indonesia bisa mengalami perkembangan menjadi sistem hukum yang modern, berkeadilan, dan mampu memuat kepentingan masyarakat di jaman globalisasi.
Post a Comment for "Kenapa KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) Masih Berlaku dalam Sistem Hukum di Indonesia?"